Dibalik warung sederhana bernama “Bakso Nyemek” terdapat kisah berharga tentang perjuangan pedagang yang bersemangat memasarkan hidangan andalannya, bakso nyemek. Menempuh perjalanan bisnis selama 6 tahun dengan bakso sebagai dagangan utamanya, Surtini melakukan perubahan radikal dengan mengganti menu dagangannya menjadi bakso nyemek. Ibu rumah tangga itu yakin bahwa bakso nyemek memiliki daya tarik dan potensi pasar yang lebih besar.
Dalam upaya memasarkan produknya, Surtini menerapkan strategi pemasaran langsung kepada pelanggan potensial dan memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan mempromosikan melalui platform WhatsApp. Dengan harga yang terjangkau, yakni Rp500 per biji bakso, Surtini menyesuaikan harga produknya dengan target pasar utamanya, yakni anak-anak.
Kendala yang sering dihadapi Surtini adalah lokasi warung yang kurang strategis dan minimnya minat pembeli. Untuk mengatasi hal tersebut, Surtini meningkatkan kualitas produknya, menghadirkan ciri khas dalam penyajian, serta intensif dalam promosi produknya di sekitar wilayah dan media sosial.
Meskipun baru berjualan bakso nyemek selama 2 bulan, Bakso Nyemek telah mencatat omset rata-rata per hari sekitar 50-100 ribu. Dengan semangat dan harapan agar bisnisnya semakin laris, Surtini terus berupaya memberikan yang terbaik dalam setiap hidangannya.
Melalui cerita inspiratif ini, kita belajar bahwa dengan keberanian untuk berubah, ketekunan dalam menghadapi kendala, serta fokus pada pelayanan dan kualitas produk, sebuah usaha kecil bakso nyemek pun dapat berkembang dan dikenal oleh masyarakat sebagai tempat kuliner yang istimewa.